
Angka kematian terkait virus corona di Inggris pada awal mei mencapai 38.000 menjadi, sejauh ini yang terburuk di Eropa. Hal ini
menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan Perdana Menteri Boris Johnson menangani krisis wabah virus yang berasal dari Cina tersebut.
Angka-angka yang diterbitkan oleh Kantor Statistik Nasional (ONS) Inggris dan Wales membuat angka kematian resmi Inggris menjadi 38.289 pada 3 Mei – naik hampir 6.000 dalam seminggu, menurut penghitungan catatan Reuters. Angka tersebut menegaskan bahwa Inggris termasuk di antara yang paling terpukul oleh wabah yang telah menewaskan lebih dari 285.000 orang di seluruh dunia.
The United Kingdom’s COVID-19 death toll topped 38,000 as of early May, by far the worst reported in Europe, raising questions about Prime Minister Boris Johnson’s handling of the coronavirus crisis.https://t.co/ACqvhCIRAV
— Howton Tayler #FBPE #FinalSay #NotMyPM #StopBrexit (@HowtonTayler) May 12, 2020
Data tersebut datang sehari setelah Boris Johnson menetapkan rencana bertahap melonggarkan aturan “lockdown” untuk membuat Inggris kembali bekerja, termasuk saran tentang penggunaan masker buatan rumah – hal yang juga menimbulkan kebingunan bagi sebagian masyarakat Ingris.
Saw a piece on Denmark’s ability to open up their economy after lockdown (which they initiated before a single coronavirus death) “The government trust the people & the people trust the government” – the opposite of what we have in the UK, where we *expect* lies & incompetence.
— (((Warwick Hunt))) (@WarwickHunt4) May 9, 2020
Tingginya angka kematian di Inggris meningkatkan tekanan pada Johnson. Pihak oposisi mengatakan dia terlalu lambat untuk memaksakan penutupan, melakukan pengujian massal dan mendapatkan peralatan pelindung (APB) yang cukup untuk rumah sakit.
Sumber: www.9news.com.au
Be First to Comment